Emotional branding berkisar pada strategi bisnis yang menghubungkan dengan pelanggan yang ada dan potensial pada tingkat pribadi dengan membangun hubungan emosional.
Kampanye branding yang dipicu secara emosional 50% lebih efektif daripada kampanye non-emosional.
Posting ini akan membawa Anda jauh ke dalam dunia tentang apa itu branding emosional dan bagaimana hal itu dapat membantu merek dalam mengoptimalkan kehadiran dan konversinya di ceruk target.
Apa itu Emotional Branding
Emotional branding adalah strategi Branding yang dibuat oleh brand sehingga mereka dapat terhubung dengan pelanggan mereka pada tingkat emosional. Hubungan dengan pelanggan ini pada tingkat pribadi.
Hanya keputusan branding emosional yang dapat disebut sebagai sukses yang melayani berbagai audiens. Jika pelanggan merasa selaras dengan misi dan visi brand, maka emotional branding dikatakan efektif.
Ini mirip dengan menceritakan kisah hebat tentang merek dan membangkitkan emosi di dalam pelanggan.
Emosi yang menjadi sasaran terlihat jelas dalam pesan merek. Emosi tersebut dapat berupa aspirasi, ego, cinta, kebutuhan, dll.
Emotional branding dilakukan untuk menciptakan hubungan emosional yang tahan lama antara pelanggan dan merek.
Loyalitas dan kepercayaan pelanggan adalah hadiah utama yang ditawarkan oleh branding emosional.
Apa itu Strategi Emotional Branding?
Ini adalah strategi branding yang menghubungkan dengan pelanggan Anda dengan menghasut semacam emosi di dalamnya yang pada akhirnya mendukung merek Anda.
Emosi pelanggan disalurkan dengan cara mereka memilih produk/layanan Anda atau mereka menghargai upaya merek Anda melalui pemasaran dari mulut ke mulut. Menggunakan konten untuk terhubung secara emosional dengan audiens Anda dan memaksa mereka untuk memiliki emosi yang dapat mendukung merek Anda.
Untuk strategi seperti itu, Anda harus terlebih dahulu mengidentifikasi emosi yang ingin Anda salurkan pada target pelanggan Anda. Beberapa emosi tersebut dapat berupa kebutuhan, motivasi, aspirasi, kekaguman, ego, keinginan, dll.
Marc Gobé mengemukakan konsep branding emosional ini lebih dari 20 tahun yang lalu dalam bukunya The New Paradigm for Connecting Brands to People yang membahas kekuatan hubungan yang dibangun pada tingkat emosional antara merek dan audiensnya.
Kecerdasan emosional adalah salah satu faktor utama psikologi manusia, dan itulah sebabnya kampanye branding yang didorong secara emosional mengubah audiens secara tidak sadar.
BACA JUGA : Apa itu Competitive Intelligence? Mengapa sangat Penting
Bagaimana cara kerja Emotional Branding? Berdasarkan Analisis Marc Gobe
Marc Globe mengungkapkan 10 cara kerja branding emosional.
Cara-cara ini memastikan bahwa merek tidak menjual produk kepada pelanggan untuk menjual pengalaman dan emosi. Daftar caranya adalah sebagai berikut:
1. Alihkan fokus dari layanan ke hubungan
Fokus utama merek tidak boleh berkisar pada penjualan layanan kepada pelanggan.
Sebaliknya, mereka harus fokus pada preferensi budaya konsumen untuk menciptakan loyalitas di antara basis konsumen.
Ini termasuk bersikap terbuka terhadap kritik, mengerjakan umpan balik dari pelanggan. Juga, izinkan basis pelanggan untuk memberikan saran untuk meningkatkan layanan.
Ini akan memicu hubungan emosional dengan pelanggan. Mereka akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari merek dan bukan sumber pendapatan.
2. Pergeseran dari mana-mana ke keberadaan
Merek tidak boleh terlihat di setiap platform.
Sebaliknya, mereka harus fokus pada platform di mana basis pelanggan target mereka memiliki kehadiran yang besar.
Misalnya, untuk melayani generasi muda, media sosial adalah area utama untuk terlihat. Tetapi berada di mana-mana di Media Sosial tidak akan mencapai tujuannya.
Waspadai media sosial dan platform lain tempat audiens Anda terlibat, dan coba kembangkan hubungan di sana.
3. Pergeseran dari individualitas ke karakter
Ada banyak merek yang dapat dibedakan di luar sana, tetapi identitas merek tidak menunjukkan karakter dan karisma.
Setiap merek yang mirip dengan orang membutuhkan nilai-nilai moral dan etika yang dapat menjadi cetak biru untuk bergerak maju.
Mereka harus dapat menyesuaikan dengan nilai-nilai moral dan etika pelanggan sasaran.
4. Memiliki kualitas tetapi juga fokus pada kesukaan
Menyelaraskan dengan gaya hidup pelanggan memiliki arti penting, karena memiliki produk yang berkualitas sesuai dengan harapan pelanggan.
Namun, preferensi pelanggan bervariasi dan terus berubah.
Jadi, menggunakan merek emosional, merek dapat memastikan bahwa preferensi pelanggan tetap dengan merek mereka.
5. Pergeseran dari produk ke pengalaman
Pemenuhan keinginan dan harapan pelanggan memiliki kepentingan yang sama dengan memenuhi kebutuhan.
Produk atau jasa harus mampu membuat pengalaman hidup yang berkesan bagi pelanggan.
6. Pergeseran dari reputasi ke aspirasi
Tidak ada bukti bahwa nama merek yang dikenal akan memiliki nilai emosional yang lebih baik.
Sebaliknya, merek yang membangun emosi terhubung dengan memenuhi keinginan dan harapan, menyampaikan perasaan yang baik dan meningkatkan kehidupan. Misalnya, Gucci, Apple, Tesla adalah contoh utama dari branding aspirasional.
7. Pergeseran dari komunikasi ke dialog
Iklan yang menyampaikan pesan yang salah tidak pernah berguna dalam membangun hubungan emosional.
Komunikasi dua arah di mana pelanggan dapat menyampaikan pendapatnya adalah iklan yang membangun hubungan emosional.
8. Pergeseran dari fungsi ke rasa
Produk dan layanan tidak boleh hanya menjadi solusi untuk suatu masalah; sebaliknya, itu harus menjadi pengalaman emosional.
Misalnya, bentuk fisik smartphone telah berkembang jauh. Awalnya, mereka berat, tetapi sekarang mereka menjadi ikon yang ramping, ringan, elegan, dan bergaya.
9. Pergeseran dari konsumen ke orang
Merek harus fokus untuk membuat konsumen merasa seperti individu yang berharga daripada memperlakukan mereka sebagai sumber pendapatan bagi merek.
10. Pergeseran dari kejujuran menjadi kepercayaan
Konsumen memiliki harapan kejujuran dari merek.
Deklarasi hasil keuangan secara jujur ​​setiap tahun dapat membantu mereka membangun kepercayaan dan loyalitas di basis pelanggan.
Perbedaan antara Emotional Branding vs Emotional Advertising
Iklan emosional lebih kompleks dan tidak langsung daripada branding emosional.
Jika iklan emosional tidak dijalankan dengan baik, mungkin membingungkan audiens target. Sementara di sisi lain, emotional branding berkisar pada penggunaan emosi secara langsung.
Iklan emosional dapat menjadi bagian dari strategi emotional branding Anda.
BACA JUGA : Brand Experience: Elemen, Faktor, Cara Mengembangkan
Emotional Branding & tiga pilar Persuasi Aristoteles
Tiga aspek utama persuasi, menurut Aristoteles, adalah Logos, Ethos, dan Pathos.
1. Etos
Ini menunjukkan berbagi karakter moral dan kredibilitas.
Merek yang sukses tidak hanya memiliki identitas memberikan produk terbaik di kelasnya tetapi juga memiliki nilai moral dan etika yang tinggi.
Misalnya. keputusan merek yang transparan, kondisi kerja yang ideal, kelestarian lingkungan, kepuasan konsumen.
2. Pathos
Ini menimbulkan perasaan F.O.M.O (Takut ketinggalan) di dalam diri pelanggan yang mendorong pelanggan untuk melakukan pembelian.
Musik, gambar, dan jingle dapat berguna dalam membangkitkan emosi keamanan, cinta, kejutan, ketakutan, harapan, dll. Emosi memainkan peran 95% dalam keputusan pembelian konsumen.
3. Logo
Ini termasuk dalam aspek statistik dan logis dari pemasaran produk.
Emosi dapat mengumpulkan minat di antara pelanggan untuk suatu produk. Namun kualitas produk adalah kriteria utama yang membuat pelanggan tetap terpikat pada produk tersebut.